Raka
mengarahkan tangannya keatas kepala pria itu kemudian muncul potongan-potongan
es yang mempunyai ujung yang runcing di atas kepala pria tersebut.
Potongan-potongan es tersebut jatuh dengan cepat menghujam pria itu. Namun dia
dapat menghindari serangan Raka. Setelah berhasil menghindar, dia kembali
berlari dan semakin mendekati Raka. Raka mencoba membekukan lantai agar dia
terjatuh. Namun ternyata usahanya sia-sia pria itu tidak terjatuh. Lalu Raka kembali
membuat potongan-potongan es diatas kepala pria itu namun kali ini potongan
esnya lebih besar dan lebih banyak. Tetapi lagi-lagi pria tersebut berhasil menghindar
dengan mudahnya. Tiba-tiba pria itu sudah berada didepan Raka. Dia mengarahkan salah
satu belatinya ke wajah Raka. Raka menggunakan tangan kanannya, yang
menggunakan Sarung Tangan, untuk menangkis serangan tersebut. Kemudian pria itu
menggunakan belati satunya lagi dan mengarahkannya ke wajah Raka lagi. Raka
menghindari serangan tersebut dengan memiringkan kepalanya. Belati itu hampir
saja mengenai telinganya. Lalu dengan cepat Raka membekukan tangan pria itu berharap
pria tersebut akan merasa kedinginan dan setelah itu dia akan membanting pria itu.
Tapi ketika Raka akan membanting pria itu, ternyata pria itu menendang Raka duluan
sehingga Raka terpelanting ke belakang hingga menabrak tembok.
Pria
itu langsung berlari dengan cepat menuju ke arah Raka dan berniat akan menusuk
Raka. Romie yang dari tadi hanya melihat pertarungan itu menembakan pistolnya ke
arah si pelaku ketika melihat Raka dalam bahaya. Peluru tersebut lagi-lagi di tangkis
oleh pria tersebut. Namun gerakan pria itu terhenti akibat tembakan Romie. “Kau
berani-beraninya mengganggu” ucapnya sambil melihat ke arah Romie dengan
tatapan bengis. Kemudian dia merubah targetnya menjadi Romie. “Mati kau!!!”
ucapnya dengan keras lalu berlari ke arah Romie dengan cepat. Romie ketakutan
melihat wajah pria itu dengan tatapan bengisnya. Tubuhnya gemetaran dan tidak
bisa digerakan. Sementara itu pria itu semakin dekat. “Romie awaaaasss!!!”
teriak Raka sambil berlari ke arah Romie. Raka ingin menggunakan kekuatannya
tapi kepalanya kesakitan karena dia terlalu banyak menggunakan kekuatannya. Tubunya
pun masih terasa sakit karena menabrak tembok tadi. Dengan kondisi seperti itu Raka
terus berusaha berlari ke arah Romie. Dilihatnya pria itu semakin dekat dengan
Romie. Kemudian dia berpikir tidak akan sempat kalau dia berlari lalu Raka
langsung meloncatkan diri ke arah Romie. Beberapa detik sebelum pria itu
menusuk Romie, Raka berhasil melindungi Romie dengan tubuhnya. Dan Raka pun tertusuk
oleh belati pria tersebut kemudian dia terjatuh didepan Romie.
Romie
kaget melihat apa yang dilakukan Raka. “Apa yang kau lakukan bodoh…” teriaknya
kepada Raka. “Kau tidak apa-apa kan?” tanya Raka sambil merintih. Romie tidak
menjawab dia shock melihat temannya yang bercucuran darah. Dia bingung harus
melakukan apa. “Persahabatan yang mengharukan” ucap pria itu. “Tenang saja. Aku
bukan orang yang suka membunuh langsung” ucapnya lagi. Romie melihat ke arah pria
itu. “Apa maksudmu?” tanya Romie gagap. “Aku tidak suka langsung membunuh orang
begitu saja. Aku lebih menyukai melihat mereka menderita terlebih dahulu
kemudian mati” jawab pria itu dan setelah itu dia tertawa senang. “Karena
kalian sepertinya teman dekat, bagaimana kalau kau juga merasakan hal yang sama
dengan temanmu itu?” tanyanya sambil tersenyum jahat. Romie tidak menjawab. Jantungnya
berdebar kencang karena takut kalau pria itu akan menusuknya. Ingin sekali dia
berlari tapi tidak mungkin dia meninggalkan Raka begitu saja. Tubuhnya pun
tidak mau bergerak seolah menolak perintah yang diberikan oleh otaknya. Pria tersebut
sudah siap untuk menusuk Romie dengan belatinya. Dan ketika dia akan menusuk
Romie tiba-tiba Damar datang. Dia berlari dengan cepatnya kemudian dia langsung
menendang pria itu. Pria itu tidak bisa menghindari tendangan Damar dia
terpelanting dan menabrak tembok dibelakangnya.
Damar
melihat Raka yang terkulai dan mengeluarkan darah. Disebelahnya dia melihat
Romie yang sedang melihatnya. “Kamu tidak apa-apa?” tanya Damar kepada Romie. “Kau?
Sepertinya aku pernah melihatmu” balas Romie. “Jangan kemana-mana tetap disini”
perintahnya kepada Romie. Setelah itu Damar langsung berdiri dan melihat ke
arah pria tersebut. “Siapa kau?” tanya Damar kepada pria itu dengan nada
serius. “Akhirnya misiku tidak jadi gagal. Setidaknya aku bisa membunuh satu
orang… hehe” ucap pria itu sambil mencoba untuk bangkit. “Lama tidak berjumpa
Damar” ucapnya lagi setelah dia berhasil bangkit. Setelah melihat wajah pria
itu Damar terkejut. “Ricky…” ucap Damar kaget. “Bagaimana kau bisa ada disini?”
tambahnya. “Itu bukan urusanmu yang pasti aku diperintahkan untuk membunuh
kalian… hehe” jawab Ricky dengan tersenyum jahat.
“Bisa-bisanya
kau memperlihatkan wajahmu setelah apa yang sudah kau lakukan” ucap Damar
dengan nada kesal. “Lalu sekarang kau mau apa? Melawanku?” ucap Ricky lalu dia tertawa
keras. “Kalau itu memang yang harus kulakukan akan kulakukan” ucap Damar. “Kau
becanda kan? Apa kau sudah lupa? Beberapa kali kita bertarung tapi tak sekalipun
kau bisa menang dariku” ucap Ricky. Damar tidak menjawab dia hanya menatap
Ricky dengan tatapan penuh kekesalan. “Kalau kau masih penasaran sini maju”
tantang Ricky.
Tanpa
basa basi lagi Damar langsung berlari dengan kecepatannya ke arah Ricky dan mencoba
menendang wajah Ricky. Tapi tendangan
Damar ditangkis dengan mudah oleh Ricky menggunakan belatinya. Lalu Damar
mencoba menyerang Romie dari atas, dari bawah, dari belakang, dari kanan dan
dari kiri. Tapi semua serangan Damar ditangkis dengan mudah oleh Ricky. “Kelebihanmu
hanyalah kecepatanmu” ucap Ricky. “Orang biasa tidak akan bisa mengikuti
kecepatanmu tapi dengan alat ini” lanjutnya sambil menunjuk ke arah kacamata yang
digunakannya. “Aku bisa melihat semua gerakanmu. Jadi kecepatan yang kau
banggakan itu tidak ada gunanya dihadapanku” ucapnya lagi dengan nada
meremehkan. Damar tidak menggubris ucapan Ricky. Lalu dia mencoba menyerang Ricky
lagi dari seluruh sudut. Tapi lagi-lagi tak satupun serangan Damar mengenai
Ricky. “Ini mulai membosankan” ucap Ricky. Kemudian dia melihat Romie. “Aku
dapat ide bagus” ucapnya lagi. Ricky berlari dengan cepat ke arah Romie dan
seketika tanpa Damar sadari Ricky sudah berada didepan Romie dengan belatinya
yang siap memotong leher Romie.
“Apa
yang kau lakukan?” tanya Damar. “Aku punya penawaran menarik untukmu” ucap Ricky.
“Lawanmu adalah aku lepaskan dia pecundang” ucap Damar dengan nada membentak. “Aku
memang bisa melihat kecepatanmu tapi aku tak cukup cepat untuk bertahan dan
menyerangmu secara bersamaan. Karena itu aku mencari ide yang menarik dan walaa
aku mendapatkannya” ucapnya lagi dengan nada senang. “Apa maumu?” tanya Damar. “Penawaran
yang aku berikan adalah kalau kau ingin orang ini selamat datanglah kepadaku dan
biarkan aku melukaimu dengan belatiku ini sedikit saja sudah cukup. Aku akan
menghitung sampai sepuluh kalau kau tidak juga kesini maka nyawa orang ini akan
melayang” jawab Ricky. “Bagaimana?” tambahnya. Damar kebingungan dia tidak tahu
harus bagaimana. Sedangkan Romie benar-benar ketakutan keringat bercucuran
diseluruh tubuhnya, napasnya terengah-engah dia tidak bisa berpikir apa-apa
kecuali kalau dia akan mati.
“Satu…
dua… tiga… empat… lima… enam… tujuh…” Ricky pun mulai menghitung. “Baik-baik”
ucap Darma menghentikan hitungan Ricky. “Aku akan menyerahkan diriku”
tambahnya. “Pilihan tepat” ucap Ricky. “Kalau begitu sini” tambahnya. Darma pun
mendekati Ricky. Ricky sudah bersiap-siap dengan belatinya. Dan ketika dia akan
melukai tangan Darma tiba-tiba sebuah yoyo yang sudah dilapisi oleh listrik
menghantam tubuh Ricky dari samping. Ricky pun terdorong kebelakang. “Beraninya
kau…” ucap Ricky dengan kesal tapi saat dia melihat kearah orang yang
menghantamnya dia kaget karena melihat datangnya Valeno dan Farhan. “Hentikan
Ricky…” ucap Valeno tegas dengan tatapan tajam. “Darma bawa Raka kembali ke
markas. Farhan bantu teman Raka dan cari tempat yang aman” perintah Valeno.
Darma dan Farhan pun segera melaksanakan perintah tersebut. Darma langsung
menggendong Raka dan setelah itu langsung berlari dengan cepat ke markas.
Farhan mencoba membantu Romie untuk bangkit dan mencari tempat yang aman
disekitar situ.
“Bagaimana
kau tahu kami ada disini?” tanya Valeno. “Kau tidak perlu tahu itu. Yang pasti kami
sudah tahu semua rencana kalian. Karena itu kami datang ke sini untuk
menggagalkan rencana kalian. Hahahaha” jawab Ricky. “Apa maumu sekarang?” tanya
Valeno lagi. “Aku diperintahkan untuk membunuh kalian” jawab Ricky. “Kalau
begitu kau harus melewati mayatku terlebih dahulu sebelum membunuh anggotaku”
balas Valeno menantang Ricky. Tapi Ricky tidak membalas kata-kata Valeno. Wajahnya
menyiratkan keraguan. Dia menyimpan kemabali belatinya dan mengatakan “Sepertinya
misiku hanya sampai disini. Kita berjumpa lagi lain kali” ucapnya kemudian dia
pergi meninggalkan Valeno.
Farhan
yang dari tadi bersembunyi keluar dari persembunyiannya. “Kenapa kapten membiarkannya
pergi?” tanyanya. “Seharusnya orang jahat seperti dia harus diberi pelajaran”
lanjut Farhan kesal. “Tidak ada waktu untuk itu Farhan. Ada hal yang lebih
penting daripada itu sekarang yaitu keselamatan Raka” jawab Valeno. “Ayo kita
segera menuju ke markas” ajak Valeno. “Aku ikut” ucap Romie tiba-tiba. “Sebaiknya
kau pulang saja mengistirahatkan dirimu karena kau terlihat tidak sehat” saran
Valeno kepada Romie. “Bagaimana aku bisa beristirahat dengan tenang ketika
sahabatku disana sedang sekarat karena telah mengorbankan nyawanya demi menyelamatkanku”
balas Romie. “Aku mohon biarkan aku ikut” pinta Romie memelas. Valeno berpikir
sejenak "Baiklah kau boleh ikut" ucapnya. Lalu mereka
bertiga segera menuju mobil Valeno dan langsung kembali ke markas.






0 comments:
Post a Comment