Tak
lama Bapak Jendral, Raka dan Romie sampai di rumah Valeno. Valeno menyambut
kedatangan mereka dan mempersilahkan mereka untuk masuk. Kemudian mereka duduk
di ruang tamu dan memulai obrolan mereka. “Nampak sepi. Kemana yang lainnya?”
tanya Bapak Jendral berbasa-basi. “Damar, Farhan dan Kiky sedang keluar
sedangkan Yolland sepertinya ada di laboratorium” jawab Valeno. “Oh begitu.
Kalau gitu tanpa basa-basi lagi kita langsung mulai saja” ucap bapak Jendral.
“Seperti yang sudah kita rencanakan saya sudah membawa Raka kesini dan
selanjutnya kamu yang akan menjelaskan kenapa saya membawa Raka kemari” ucap
Bapak Jendral kepada Valeno. “Baiklah kalau begitu” balas Valeno. “Begini Raka,
karena dari pemasangan chip kemarin hanya kamu yang berhasil, saya ingin kamu
masuk menjadi anggota tim kami. Apa kamu bersedia?” pinta Valeno kepada Raka.
Raka terkejut mendengar permintaan Valeno itu. “Maksud anda? Saya menjadi salah
satu anggota SS? Apa anda yakin?” tanya Raka. “Iya benar. Karena kami sedang
membutuhkan orang dan hanya kamu yang berhasil dalam pemasangan chip kemarin.
Jadi yakin atau tidak yakin saya tetap ingin kamu menjadi salah satu anggota
SS” jelas Valeno.
Raka
tidak menjawab, dia berpikir keras apa dia harus menerima tanggung jawab itu
atau tidak. Sebagai polisi saja Raka sudah malas-malasan bagaimana kalau
menjadi anggota SS yang tanggung jawabnya sebenarnya lebih besar daripada
polisi. Kemudian dia melihat kearah Romie yang duduk di depannya. Romie memberi
isyarat untuk menerimanya. Tetapi Raka masih ragu.
“Bagaimana
Raka?” tanya Valeno lagi. “Saya tidak tahu harus menjawab apa. Saya bingung”
jawabnya. “Sebenarnya saya tidak akan memaksamu untuk bergabung dengan kami.
Tetapi saya sangat berharap kalau kamu bersedia menjadi salah satu anggota dari
kami” ucap Valeno. Raka tidak menjawab apa-apa. Dia masih berpikir kemungkinan-kemungkinan
yang terjadi kalau dia menjadi anggota SS dan itu membuatnya semakin tidak mau
menjadi anggota SS. Tiba-tiba Romie berkata “Bolehkah saya keluar sebentar mengobrol
berdua dengan Raka?” pinta Romie kepada Valeno. Valeno melihat kearah Jendral.
Jendral menganggukan kepalanya memberi tanda kepada Valeno agar dia mengijinkan
Romie berbicara berdua dengan Raka. “Baiklah kalau begitu silahkan” jawab
Valeno kepada Romie. Kemudian Romie mengajak Raka untuk berjalan-jalan diluar.
Sambil
berjalan mereka berdua mengobrol. “Aku tahu kau pasti tidak akan mau menerima
tawaran itu” ucap Romie. Raka menganggukan kepalanya. “Sebenarnya aku tidak
akan memaksakanmu untuk menerima tawaran itu karena aku tahu seberapa beratnya
kau menjadi seorang Polisi apalagi sampai menjadi anggota Special Squad. Aku
tidak habis pikir bagaimana kau akan menjalaninya” ucap Romie lagi. “Tapi apa
kau tidak berpikir kalau ini adalah takdirmu?” tanya Romie. “Maksudmu?” tanya
Raka heran. “Iya kau kan tidak senang menjadi Polisi lebih senang menjadi seorang
chef. Tapi nyatanya kau tidak menjadi chef seperti yang kau inginkan. Kau malah
menjadi seorang polisi yang tidak pernah sama sekali kau harapkan. Dan sekarang
hanya kau yang ditawari menjadi salah satu anggota SS. Padahal sebelumnya ada
enam kandidat termasuk aku yang bersedia menjadi anggota SS namun tidak satupun
dari kita yang menjadi anggota SS. Apa menurutmu ini bukan takdirmu? Karena
kalau menurutku ini adalah takdirmu” jelas Raka.
“Tapi
aku tidak mau. Aku tidak bisa Rom. Kau tahu sendiri kan” balas Raka. “Menurutku
kalau memang ini adalah takdirmu, sebenarnya kau pasti bisa. Hanya saja kau
terus berpikir kalau kau tidak akan bisa karena itu kau menjadi merasa tidak
bisa. Mungkin kalau kau merubah cara berpikirmu itu kau akan merasa bisa. Yah
seperti apa yang kau katakan kemarin kepadaku untuk merubah cara berpikirku.
Jadi kata-kata itu aku kembalikan kepadamu coba kau rubah cara berpikirmu”
jelas Romie lagi. Raka tertegun mendengar penjelasan temannya itu. “Jadi
menurutmu aku harus menerima tawaran itu?” tanya Raka. “Tidak harus sih. Hanya
saja menurutku lebih baik kalau kau menerima tawaran itu karena aku berpikir
kalau ini semua adalah takdirmu. Tidak ada yang kebetulan kan di dalam hidup
ini?” jawab Romie.
Raka
masih bingung dia terus berpikir menerima tawaran itu atau tidak dengan
berbagai pertimbangan. “Begini saja” ucap Romie sambil menghentikan langkahnya.
Raka pun ikut berhenti ketika melihat Romie menghentikan langkahnya. “Kau pasti
tidak bisa berpikir jernih saat ini. Coba sekarang kau tarik napas dalam-dalam
kemudian buang pelan-pelan. Tarik napas lagi dan buang lagi” pintanya. Raka
mengikuti anjuran temannya itu. Ditariknya napasnya dalam-dalam sambil menutup
matanya kemudian dibuangnya secara perlahan-lahan. Kemudian dilakukannya lagi berulang
kali sambil memikirkan tawaran tadi. “Bagaimana apa sudah merasa tenang
sekarang?” tanya Romie. “Sepertinya begitu” jawab Raka. “Jadi bagaimana
keputusanmu?” tanya Romie lagi. Dengan tenang Raka menjawab “Sepertinya apa
yang kau katakan tadi ada benarnya jadi aku akan menerima tawarannya” jawabnya.
“Nah begitu dong. Itu baru namanya sahabatku” gurau Romie. Dan setelah itu
mereka jalan-jalan sebentar kemudian mereka kembali ke rumah Valeno.
Sementara
itu di rumah Valeno, Bapak Jendral mengobrol dengan Valeno memikirkan
kemungkinan-kemungkinan yang akan dilakukan jika Raka tidak akan menerima
tawaran itu. “Apa menurut Bapak Raka akan menerima tawaran itu?” tanya Valeno
kepada Bapak Jendral. “Saya sendiri tidak tahu. Namun kalau melihat dari
kesehariannya selama menjadi Polisi saya ragu dia akan menerima tawaran itu”
jawab Bapak Jendral cemas. “Kalau sampai dia tidak menerima tawaran itu apa
yang akan kau lakukan” tanyanya kepada Valeno. “Saya masih belum tahu. Awalnya
saya berniat untuk mencari lagi. Namun, Yolland terlihat sangat terpukul dengan
kejadian kemarin. Sampai sekarang dia tidak mau untuk melakukan pemasangan chip
lagi karena takut kejadian kemarin akan terulang kembali. Jadi saya tidak bisa
melakukan apapun selama Yolland masih tetap seperti itu” jawab Valeno. “Sebenarnya
saya bisa saja tetap melanjutkan untuk melakukan pemasangan chip tersebut hanya
saja saya menghargai Yolland karena dialah yang menciptakan peralatan itu”
lanjutnya. “Oh begitu. Jadi kamu akan menunggu Yolland sampai dia bersedia
untuk memasangkan chip lagi?” tanya Bapak Jendral lagi. “Sepertinya begitu.
Tapi saya tetap berharap kalau Raka akan menerima tawaran tersebut” jawab
Valeno.
Tidak
berapa lama Raka dan Romie datang. Kemudian Raka memberikan persetujuannya
untuk menjadi salah satu anggota SS. Bapak Jendral dan Valeno sangat senang
mendengar kabar baik itu. Kemudian Valeno mengajak Jendral, Raka dan Romie ke
laboratorium yang berada di ruang bawah tanah.
Raka
dan Romie terkagum-kagum saat masuk ke dalam laboratorium milik Yolland. Laboratorium
itu cukup besar dengan beberapa set komputer yang berada di tengah-tengah dan
ditata berjajar. Didepannya terdapat ruangan yang terbuat dari kaca, yang didalamnya
terdapat sebuah kasur dengan peralatan yang sama seperti digedung rahasia. Disebelah
kiri laboratorium itu terdapat ruangan yang tidak diketahui ada apa didalamnya.
Pintu ruangan tersebut tidak sama seperti pintu pada umumnya. Pintu ruangan itu
terbuat dari baja dan tidak ada gagang pintunya. Disebelah pintu tersebut
menempel sebuah kotak kecil di dinding. Dan bagian kanan laboratorium itu
terdapat satu set komputer yang menghadap kedinding dan disebelahnya terdapat
sebuah meja yang diatasnya terdapat sebuah kotak. Didalam kotak tersebut terdapat
sebuah cetakan yang berentuk telapak tangan. Kotak itu menyambung dengan
komputer yang ada disebelahnya dengan menggunakan kabel.
Yolland
sedang berada didalam laboratorium tersebut terlihat sedang melakukan sesuatu.
Wajahnya masih terlihat lemas. “Kau tidak apa-apa Yolland? Kamu terlihat tidak
sehat?” tanya Bapak Jendral kepada Yolland yang khawatir setelah melihat wajahnya.
“Aku tidak apa-apa Pak” jawab Yolland sambil tersenyum yang dipaksakan.
“Raka
bersedia untuk bergabung bersama kita, Yolland” ucap Valeno kepada Yolland. “Benarkah?”
balas Yolland tidak percaya sambil melihat ke arah Raka. “Iya saya bersedia
untuk bergabung” ucap Raka. “Apa kau tidak takut akan terjadi sesuatu denganmu?”
tanya Yolland kepada Raka. “Tidak” jawab Raka singkat. “Baiklah, kalau begitu
tugasku dan Bapak Jendral sudah selesai sekarang giliranmu Yolland” ucap
Valeno. Yolland menganggukan kepalanya tanda mengerti.
Masih
dengan perasaan yang mengganggu karena kejadian kemarin Yolland berusaha
membuat dirinya setenang mungkin dan mulai menjelaskan. “Sebelumnya aku ingin
bertanya apa kau punya keahlian menggunakan senjata tertentu?” tanya Yolland
kepada Raka. “Pistol” jawab Raka. “Selain itu?” tanyanya lagi. “Aku tidak tahu
karena aku hanya menggunakan Pistol selama menjadi Polisi” jawab Raka. Yolland
terlihat kebingungan. “Sudah tidak apa-apa Yolland suruh dia memilih saja.
Setelah itu dia pasti akan belajar cara menggunakannya” ucap Valeno memberikan
saran. “Baiklah, kalau begitu ikut aku” ajak Yolland.
Yolland
mengajak Raka yang diikuti oleh Valeno, Bapak Jendral dan Romie ke ruangan
dengan pintu yang tebuat dari baja tadi. Yolland membuka kotak kecil yang
menempel di dinding yang ada disebelah pintu tersebut. Kemudian dia meletakkan
telapak tangannya disitu alat tersebut mulai memindai telapak tangan Yolland.
Setelah itu pintu baja tersebut terbuka dengan sendirinya. Ketika masuk
terlihat ruangan itu tidak terlalu besar. Didalamnya terdapat sebuah meja
berbentuk bundar yang diatas meja tersebut terdapat sebuah etalase berbentuk lingkaran
yang terbuat dari kaca dan mempunyai dua tingkat. Terdapat sekat-sekat yang
membagi kaca tersebut menjadi lima bagian disetiap tingkatnya. Lima bagian
terlihat kosong sedangkan lima bagian lainnya terdapat benda-benda seperti Jam
dan Pulpen, MP3, Handband, kemudian sebuah benda yang terbuat dari baja
berbentuk lingkaran dengan panjang kira-kira 15-20cm dan sebuah Sarung Tangan.
Yolland membawa Raka dan yang lainnya mendekati meja tersebut.






0 comments:
Post a Comment