About

Thursday, 1 October 2015

SPECIAL SQUAD - CHAPTER 4 PART 3

“Ada masalah apa Rom? Kenapa kau langsung keluar begitu saja dengan mengatakan kau mengundurkan diri?” tanyanya kepada Romie. Namun Romie hanya diam dan tidak menjawab pertanyaan Raka itu. “Rom kau kenapa?” tanyanya lagi sambil memegang pundak Romie. Raka pun kaget ketika memegang pundak Romie. Dia merasakan tubuh Romie gemetaran seperti orang yang ketakutan. Dia pun langsung membalik tubuh Romie. Saat dibalikan dia melihat wajah Romie yang terlihat pucat. “Rom kau ini kenapa? ayo cerita” pintanya mulai khawatir. Namun Romie masih belum juga mau menjawab. “Tunggu sebentar disini” pintanya. Raka langsung lari keruangannya. Dia mengambil sebuah botol yang beris air mineral yang ada diatas mejanya kemudian dia menghampiri Romie lagi.
“Minum dulu” ucapnya kepada Romie sambil menyodorkan botol tadi kepada Romie. “Mungkin setelah minum kau bisa lebih baikan” katanya lagi. Romie pun mengambil botol yang diberikan oleh Raka dan meminumnya. Selesai minum dia menarik napas dalam-dalam kemudian dia menghembuskannya perlahan. “Bagaimana sudah lebih baik?” tanya Raka. Romie hanya mengangguk. “Sebenarnya ada apa Rom?” tanya Raka pelan. Akhirnya Romie mulai membuka mulutnya “Aku tidak apa-apa Ka. Aku baik-baik saja” jawabnya perlahan. “Jangan berbohong Rom. Tubuhmu gemeteran wajahmu juga pucat. Bagaimana mungkin kau baik-baik saja?” balasnya. Kembali Romie hanya diam dan tidak mengatakan apa-apa. “Baiklah sepertinya kau tidak menganggapku sebagai temanmu lagi sehingga kau tidak mau menceritakan masalahmu kepada temanmu ini” ucapnya lagi. “Tidak bukan begitu” ucap Romie gugup. “Terus kenapa kau tidak mau menceritakan masalahmu?” tanya Raka. “Aku malu menceritakannya” jawab Romie dengan suara pelan. “Apa? Malu? Seorang Romie mempunyai rasa malu?” ledek Raka. “Kau ini mau membantuku atau malah meledekku?” ucap Romie sedikit kesal. “Tentu saja aku mau membantumu tapi bagaimana caranya aku bisa membantu kalau kau tidak mau cerita?” ucapnya. Romie terdiam kembali.
 “Sebenarnya ada apa sih Rom? Ayo cerita” tanya Raka mulai serius. Romie menghela napasnya kemudian mengatakan “Aku takut kematian Ka” jawabnya ragu-ragu. “Maksudnya?” tanya Raka bingung. “Iya aku takut mati” jawab Romie lagi. Untuk beberapa detik Raka mematung karena kaget dengan ucapan sahabat baiknya itu. “Kau takut mati? Bagaimana bisa? Kau yang ketika bertugas terlihat sangat serius dan saat meringkus tersangka pun dengan beraninya kau menangkap para tersangka itu. Ternyata kau takut kematian? Bagaimana bisa?” tanyanya dengan nada keheranan. “Ceritanya panjang Ka” jawabnya lagi. “Tak Apa ceritakan saja aku akan mendengarkan” tukas Raka yang dipenuhi dengan rasa penasaran.
Romie menghela napasnya. “Dulu aku mempunyai masa-masa yang indah dengan keluargaku” Romie memulai ceritanya. “Bagiku keluargaku adalah sosok yang sangat istimewa. Mereka sangat menyayangiku, aku pun sangat menyayangi mereka. Banyak kenangan indah antara aku dan kedua orangtuaku juga kakaku. Kami selalu sarapan pagi bersama, makan malam pun selalu bersama. Setiap malam kami selalu berkumpul bersama untuk saling bertukar cerita atau hanya sekedar bercanda” Romie mulai meneteskan air mata.
“Ibuku yang akan memarahi aku dan kakakku ketika kami melakukan kesalahan namun disisi lain dia juga yang menjadi pelindung ketika kami mempunyai masalah. Ayahku yang walaupun dia tidak terlalu bisa mengikuti perkembangan jaman namun dia adalah ayah yang dapat diandalkan. Dia selalu ada saat kami membutuhkan bantuannya. Dan kaka ku, aku selalu bertengkar dengannya memperebutkan suatu hal. Namun, walaupun begitu dia adalah seorang kakak yang pengertian. Kalau ada masalah aku selalu mengeluh kepada kaka ku. Entah itu karena pelajaran atau permasalahan teman atau yang lainnya. Dan setelah itu dia akan belagak seperti orang dewasa kemudian dia menasehatiku. Lucu sekali kalau mengingat tampangnya waktu itu. Dan masa-masa itu hanya menjadi memori karena sekarang mereka sudah tidak ada. Masa itu adalah masa-masa terindah buatku” ujarnya, tetesan air mata terus keluar membasahi wajah Romie.
Raka tersentuh dengan cerita Romie. Air mata hampir keluar dari matanya namun ditahannya karena dia tidak mau kalau Romie melihatnya ikut bersedih. “Lalu apa yang terjadi dengan mereka” tanya Raka. “Ketika aku berumur 15 tahun sekelompok orang mendatangi rumahku. Mereka masuk ke dalam rumah lalu menodongkan pistol ke arah kami. Tentu saja kedua orang tuaku mencoba melindungi aku dan kakaku. Kemudian ayahku mencoba untuk melawan, namun belum sempat dia melawan sebuah tembakan dilepaskan oleh salah seorang dari mereka dan tembakan itu tepat mengenai kepala ayahku” tubuh Romie bergetar kembali menceritakan kenangannya itu. Raka hanya bisa diam mendengar cerita temannya itu. “Setelah membunuh ayahku, mereka mengejar aku, ibuku dan kakaku. Kami berusaha melarikan diri namun pada akhirnya kami terpojokkan juga. Orang yang mengejar kami menodongkan pistolnya lagi ke arah kami. Namun, ibuku langsung memeluk kami dia mencoba melindungi aku dan kakaku dan setelah itu ibuku berkata “maafkan ibu karena tidak bisa melindungi kalian. Ibu sangat menyayangi kalian” dan beberapa detik setelah mengatakan itu orang tadi menembak ibuku.
Aku yang melihat mayat ibuku tergeletak didepan ku hanya bisa menangis. Berbeda dengan kaka ku disaat-saat terakhirnya aku melihat keberaniannya. Dengan beraninya dia berlari menuju orang yang menembak ibuku tadi dan mencoba memberikan perlawanan. Ketika dia sedang melawan orang itu, dia berteriak agar aku melarikan diri. Namun belum sempat aku melarikan diri orang itu menmbak kakaku tepat dikepalanya. Aku hanya bisa menangis waktu itu. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku sudah pasrah. Tetapi belum sempat orang itu menembakku polisi datang. Mendengar suara sirine mobil dia dan teman-temannya langsung kabur meninggalkan aku dengan mayat kedua orangtuaku dan kakaku” air mata Romie keluar sangat deras. Dia sudah tidak bisa membendung kesedihannya itu.
Raka tidak bisa berbuat apa-apa. Dia bingung harus melakukan apa. Dia pun sedih mendengar cerita temannya itu. Kemudian Romie melanjutkan ceritanya “Aku trauma dengan kejadian itu. Dan kalau mendengar kata kematian atau melihat mayat aku langsung teringat kembali kejadian itu” ujarnya. “Jadi karena itu kau tidak pernah mau menerima kasus pembunuhan?” tanya Raka. Romie hanya mengagukan kepalanya. “Lalu kenapa kau menjadi polisi? Polisi khan erat kaitannya dengan mayat dan juga kematian?” tanyanya lagi. “Karena ayahku seorang polisi. Ayahku seorang polisi dengan pangkat Jendral” jawabnya. Raka terkejut mendengar kalau ayah Romie ternyata seorang Jendral Polisi. “Ayahku adalah seorang Polisi yang hebat. Dia tidak takut dengan apapun, dia sangatlah pemberani karena itu aku ingin menjadi seperti dia. Dan karena itulah aku menjadi seorang polisi” jawabnya sambil mengusap air matanya.
“Jadi begitu...” gumamnya. “Aku tidak tahu kau mempunyai masa lalu seperti itu” ucap Raka. “Lalu kenapa kau tadi pergi meninggalkan ruangan dan mengtakan akan mengundurkan diri?” tanyanya. “Kau tau sendiri khan apa yang dikatakan oleh Yolland. Chip itu bisa saja menyebabkan kematian ketika dimasukan ke dalam tangan kita” jawabnya. “Jadi kau takut?” tanya Raka lagi. Romie tidak menjawab dia hanya diam. “Sekarang aku ingin tanya seandainya saja Ayahmu yang mendapatkan kesempatan itu. Apakah ayahmu akan melarikan diri seperti yang kau lakukan?” tanya Raka lagi. “Tentu saja tidak” jawab Romie dengan nada yang sedikit tinggi. “Nah kalau begitu apa yang dipikirkan ayahmu kalau melihat anaknya melarikan diri dan melepas tanggung jawab yang sudah diberikan kepadamu begitu saja?” tanya Raka lagi. Dan Romie pun hanya diam tak bisa menjawab. “Aku rasa dia akan sedih melihat anaknya menjadi seorang pengecut. Dia pasti ingin anaknya menjadi seorang pemberani bukan menjadi pengecut seperti ini” ucap Raka. “Aku tahu itu tapi kau tidak tahu bagaimana rasanya memiliki trauma seperti ini” balas Romie dengan nada rendah. “Mendengar kata kematian saja tubuhku langsung mengigil ketakutan apalagi kalau membayangkan aku akan mati setelah chip itu dimasukan kedalam tanganku” ujarnya lagi.
“Kau ini, lain kali kalau orang belum selesai mejelaskan jangan menyela begitu saja” ucap Raka. “Maksudmu?” tanya Romie. “Coba kau lihat ini” sambil menunjukkan telapak tangannya yang mempunyai sebuah bekas goresan. Kemudian Romie melihat tangan Raka dengan heran. “Ada apa dengan tanganmu?” tanyanya. “Kau lihat garis ini?” Raka balik bertanya. “Iya aku lihat” Romie menjawab dengan nada bingung. “Kau ingat khan tiga hari yang lalu aku melakukan rencana bunuh diri. Aku mencoba bunuh diri dengan menjadi bahan percobaan pemasangan chip itu” jelasnya. Dan Romie pun kaget “Bagaimana bisa?” tanyanya. “Tanpa sengaja aku melintas di ruangan dimana Bapak Jendral, Yolland dan Valeno sedang berdiskusi dan aku mendengar percakapan mereka. Singkat cerita aku mendengar kalau mereka ragu untuk memasangkan chip ini di tubuh kalian karena ada kemungkinan menyebabkan kematian dan pada saat itu aku masuk dan menawarkan diri. Awalnya Bapak Jendral melarang tapi karena aku terus memaksa akhirnya diijinkan.” jelasnya. “Jadi kau sudah memiliki chip di dalam tubuhmu?” tanyanya memastikan. “Benar. Bekas goresan yang ada ditelapak tanganku ini adalah bukti pemasangan chip itu. Tapi kau lihat sendiri khan aku tidak apa-apa. Aku sehat-sehat saja tidak terjadi apapun apalagi kematian.” Jawab Raka. “Jadi maksudku adalah kau tak perlu berpikir yang tidak-tidak karena temanmu ini sudah menjadi bukti kalau pemasangan chip itu tidak berbahaya apalagi sampai menyebabkan kematian. Mengerti” lanjutnya. “Jadi ini hal yang tidak mau kau ceritakan kepadaku sebelumnya karena ini adalah sebuah rahasia?” tanya Romie. “Benar. Karena ini adalah rahasia besar jadi aku tidak bisa menceritakan kepada siapapun termasuk sahabatku sendiri. Dan karena kau sudah mengetahui semuanya maka dari itu aku menceritakannya kepadamu sekarang” jelas Raka. “Jadi bagaimana? Kau sudah bersedia kembali kesana dan melakukan pemasangan chip itu?” tanyanya. Romie diam memikirkan apakah dia akan kembali atau tidak. Kemudian setelah beberapa menit dengan berbagai pertimbangan akhirnya dia setuju untuk kembali ke gedung tadi dan bersedia untuk dipasangkan chip ke dalam tangannya. Raka pun senang dengan jawaban temannya itu. Mereka pun kembali ke gedung rahasia tadi.
Diperjalanan kembali ke gedung rahasia, mereka mengobrol tentang masa lalu yang diceritakan Romie tadi. Membahas apa motif dari pelaku membunuh anggota keluarga Romie dan siapa kira-kira pelakunya. Tak lama mereka sampai digedung rahasia tersebut. Ketika mereka hampir sampai di gedung tersebut, mereka mendengar suara ribut-ribut. Mereka pun segera bergegas lari menuju gedung itu dan mereka kaget ketika masuk ke dalam gedung tersebut.

0 comments:

Post a Comment