Chapter 3
“Hilangnya Benda
Aneh Itu”
Setelah
selesai membereskan ruangan yang berantakan akibat amukan Raka tadi. Yolland ingin
menemui Raka kembali untuk melihat kondisinya dan mengajakanya mengobrol. Namun
ternyata kondisi Raka masih sama, dia masih tidak bergeming. Dia masih duduk
dengan tatapannya yang kosong. Yolland kembali mengurungkan niatnya untuk
mengajak Raka mengobrol. Yolland pun kembali menghampiri Bapak Jendral dan
Valeno untuk membahas apa yang akan dilakukan selanjutnya.
Setelah
berbincang-bincang cukup lama mereka sepakat untuk menunda terlebih dahulu
pengumuman enam orang calon anggota SS karena akibat amukan Raka tadi, ruangan
yang akan digunakan untuk memasang chip kedalam tubuh calon anggota SS menjadi
tidak kondusif. Banyak peralatan yang terlepas dan beberapa peralatan tidak
bisa berfungsi. Jadi butuh waktu untuk memperbaiki peralatan tersebut. Yolland
mulai mengecek peralatan-peralatan yang rusak, Bapak Jendral keluar ruangan
untuk mengumumkan penundaan pengumuman enam orang dengan nilai terbaik
sedangkan Valeno menghampiri Raka yang masih terlihat dengan tatapannya yang
kosong. Valeno mengajaknya keluar untuk menghirup udara segar agar dapat
menjernihkan pikirannya.
Para
anggota kepolisian telah berkumpul di lapangan yang sangat luas yang berada di
tengah-tengah markas kepolisian. Mereka sangat antusias dengan pengumuman yang
akan diberitahukan sebentar lagi. Apakah mereka terpilih atau tidak? Pertanyaan
tersebut terus tengiang-ngiang di otak mereka. Tak lama Bapak Jendral pun
datang dan para polisi tersebut mulai berbaris dengan rapih untuk mendengarkan
pengumuman dari Bapak Jendral. Ketika semua orang berdebar-debar menunggu hasil
pengumuman yang sebentar lagi akan diumumkan, Romie tidak terlihat sedikitpun merasakan
hal yang sama. Dia terlihat sibuk melihat ke kanan dan ke kiri mencari
sahabatnya karena dari tadi dia tidak melihat Raka. Dibarisan pun dia tidak
melihat sahabatnya itu. Dia menjadi khawatir kalau hal buruk menimpanya.
Jadilah dia mendengarkan pengumuman bukan dengan rasa berdebar-debar melainkan
dengan rasa khawatir karena memikirkan sahabatnya itu.
Bapak
Jendral telah berdiri didepan podium untuk bersiap-siap memberikan pengumumannya.
Kemudian beliau mulai berbicara dan mengatakan karena terjadi sesuatu hal yang
tidak terduga maka pengumuman hasil test yang diselenggarakan hari itu akan
ditunda. Hasil test tersebut akan diberitahukan tiga hari lagi. Mendengar
pengumuman tersebut para anggota polisi itu terlihat kecewa karena mereka sudah
sangat ingin tahu apakah mereka terpilih atau tidak. Dengan rasa kecewa
akhirnya mereka membubarkan barisan dan pulang ke rumah masing-masing.
Sesaat
setelah membubarkan diri Romie melihat Raka yang sedang berjalan keluar bersama
dengan Valeno. Romie pun langsung menghampiri mereka. “Raka kau baik-baik saja?
Dari mana saja kamu? Setelah bilang mau ke kamar kecil kau langsung menghilang
begitu saja. Apa terjadi sesuatu?” cerocos Romie yang mengkhawatirkan
sahabatnya itu. Namun Raka tidak menggubris pertanyaan Romie sama sekali.
Kemudian Romie melihat ada sesuatu yang aneh pada raut wajah Raka. Dia pun
langsung menanyakan pada Valeno. “Apa terjadi sesuatu pada teman saya ini pak?
Wajahnya terlihat murung sekali.” tanyanya kepada Valeno. “Dia tidak apa-apa,
hanya sedikit shock saja karena suatu hal” jawab Valeno. “Sepertinya kamu teman
baiknya. Bagaimana kalau kamu membawa temanmu ini untuk jalan-jalan sebentar
sebelum kalian pulang ke rumah? agar pikirannya bisa tenang kembali” lanjut
Valeno. Dengan pikiran yang masih penuh dengan tanda tanya Romie mengiyakan
perintah dari Valeno dan mengajak Raka jalan-jalan.
Akhirnya
Romie membawa Raka ke sebuah taman. Taman tersebut dipilih oleh Romie karena
taman itu sangat teduh karena banyak pohon yang tumbuh disitu. Suasananya pun
sangat menyejukkan sehingga bisa membuat pikiran menjadi tenang dan segar
kembali. Romie melihat sebuah bangku yang cukup panjang disitu. Kemudian dia
mengajak Raka untuk duduk disitu. Raka pun masih tetap diam dan hanya mengikuti
Romie. Keheningan antara Romie dan Raka membuat suasana menjadi canggung.
Akhirnya Romie berinisiatif membuka pembicaraan untuk menghilangkan suasana
canggung tersebut. “Masih belum mau cerita? Kau ini senang sekali membuat
penasaran temanmu ini” ucapnya. Raka masih terdiam dan tidak mengatakan satu
patah kata pun. “Ayolah kawan sampai kapan kau mau terus diam seperti itu?
kalau kau memang ada masalah cerita dong. Jangan dipendam sendiri. Siapa tahu
aku bisa membantu. Atau paling tidak bebanmu bisa berkurag walau hanya sedikit”
katanya lagi. Raka masih saja diam. “Sepertinya kau sudah mulai tidak percaya
dengan temanmu ini ya?” tanyanya. “Baiklah, sepertinya tak ada gunanya juga aku
disini, kalau begitu aku pulang saja” lanjutnya.
Akhirnya
ketika Romie akan beranjak pergi Raka mulai berbicara. “Kau ini terlihat ceria
tapi ternyata gampang marah juga” ucapnya. “Cih…” balas Romie dengan sedikit tersenyum.
“Jadi si bapak bisu sudah bisa berbicara sekarang?” ledeknya. Raka pun hanya
tersenyum. “Aku tidak bisa menceritakan detailnya” ucapnya. “Intinya aku tadi
ingin bunuh diri lagi dan gagal lagi” ucapnya dengan sedikit ragu-ragu. “APA? KAU
INGIN BUNUH DIRI LAGI? Astaga Raka sebenarnya apa yang ada di otakmu sih?”
balas Romie dengan nada sedikit tinggi. “Kenapa kau ingin sekali menghilangkan
nyawamu? Apa kau pikir nyawamu itu tidak berharga? Sampai kau ingin membuangnya
begitu saja hah?” lanjutnya masih dengan
nada yang sama. “Nyawaku memang tidak berharga” jawab Raka datar. Romie
terkejut mendengar jawaban temannya itu. “Jadi menurutmu nyawamu tidak
berharga? Baik, kalau kau mau aku bisa membuhmu sekarang juga detik ini juga
dengan tanganku sendiri. Tapi aku ada satu pertanyaan untukmu kalau kau sudah
meninggal bagaimana dengan kerabat dekatmu? Menurutmu apa yang akan orangtuamu
rasakan? Apa kau tidak peduli dengan kedua orangtuamu?” tanya Romie dengan nada
yang menahan marah. “Aku tidak peduli. Kau orang yang lebih dari tau kalau aku
sangat membenci ayahku. Dan aku pikir ayahku pun tak akan begitu terpengaruh
dengan kematianku” jawab Raka. “Lalu bagaimana dengan Ibumu? Kau sangat
menyayangi Ibumu kan? Apa kau tega melihat Ibumu menangis terus menerus setiap
hari hanya karena memikirkanmu yang sudah meninggal hah?” tanya Romie.
Romie
sudah mengepalkan tangannya bersiap-siap untuk memukul sahabatnya itu kalau
saja dia akan menjawab tidak peduli. Namun kepalan tangan Romie terlepas ketika
melihat reaksi sahabatnya itu. Ternyata sahabatnya itu hanya terdiam dan
tetesan air mata keluar dari matanya. Dari situ Romie tahu kalau Raka memang
benar-benar menyayangi ibunya. Dia pasti tidak ingin kalau ibunya sampai bersedih.
Kemudian dengan menurunkan nadanya Romie mengatakan “Ayolah kawan hilangkan pemikiran
bodoh itu dari otakmu. Stop berpikir kalau bunuh diri adalah jalan satu-satunya
untuk menyelesaikan masalahmu” katanya. “Pasti ada jalan lain untuk
menyelesaikan masalahmu itu. Selain itu menurutku pasti ada maksud lain dari
apa yang kau jalani sekarang ini dan suatu saat kau akan mengetahuinya. Jadi
bersabarlah dan jalani hidupmu saat ini dengan perasaan senang tanpa beban. ok?”
imbuhnya. Masih berlinangan air mata Raka tersenyum mendengar ucapan temannya
itu. “Aku tak percaya orang sepertimu bisa mengeluarkan kata-kata seperti itu”
ledeknya. “hmm… itu tandanya kau masih belum mengenal sahabatmu ini” jawabnya
dengan gurauan.






0 comments:
Post a Comment